Candi Surowono


Selain terkenal dengan Kampung Inggris, Pare juga menyimpan situs-situs klasik era Hindu-Buddha yang tak ternilai. Salah satu candi yang berhasil dipugar adalah Candi Surowono, yang secara administratif terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.  Candi ini termasuk dalam salah satu situs yang saya kunjungi ketika berpetualang di Kediri dan sekitarnya (6 - 8 Juni 2013).

Selayang pandang

Seperti yang tampak pada foto di atas, Candi Surowono menyisakan pondasi candi utama. Batu-batu penyusun candi lainnya disusun di sekitar lokasi candi. Pada bagian bawah candi, terdapat relief-relief yang bercerita tentang hewan-hewan (fabel) ataupun kisah singkat kehidupan masyarakat waktu itu.

Salah satu relief di bagian dasar candi yang berkisah tentang sabung hewan.

Di bagian tubuh candi, terdapat relief yang Arjuna Wiwaha, karya Empu Kanwa (1035 M), relief Bubuksah, dan juga Sri Tanjung. Beberapa relief memang tampak vulgar. Menurut saya, gambaran semacam itu melambangkan suatu aktivitas sakral, bukannya hal-hal yang dapat dilakukan secara bebas.

Salah satu relief yang terukir di tubuh candi.
Relief pasukan berkuda.
Diperkirakan Candi Surowono dibangun sekitar tahun 1390 M dan selesai pada tahun 1400 M. Candi Surowono dibangun untuk menyucikan Wijayarajasa, Bhre Wengker, paman dari Rajasanagara -Raja Majapahit.

Legenda Sri Tanjung

Candi Surowono memiliki relief Sri Tanjung, yang legendanya dikenal juga sebagai legenda Banyuwangi. Pada jaman dahulu, hiduplah seorang ksatria bernama Raden Sidapaksa yang mengabdi kepada Raja Sulakarma di negeri Sindurejo. Suatu ketika, Raden Sidapaksa diperintah oleh raja untuk mencari obat kepada Bhagawan Tamba Petra di pegunungan. Dalam perjalanannya, Raden Sidapaksa bertemu dengan seorang gadis jelita bernama Tanjung. Sang Raden jatuh hati dan menikahi Tanjung.

Diam-diam Raja Sulakarma tertarik akan keanggunan Tanjung. Dia mencari cara untuk merebut istri Raden Sidapaksa. Raden Sidapaksa diperintahkan untuk mengantar sepucuk surat ke Swargaloka tetapi tidak boleh membuka isinya. Swargaloka bisa diartikan langit, kahyangan, atau surga. Ternyata, surat itu berisi: "Pembawa surat ini menyerang Swargaloka." Ketika surat itu dibuka, terjadi kesalahpahaman di antara Raden Sidapaksa dengan para dewa. Kesalahpahaman ini dapat terselesaikan ketika sang Raden menyebutkan bahwa dirinya adalah keturunan Pandawa.

Di bumi, sang Raja memaksa Tanjung untuk menikahinya. Akan tetapi Tanjung menolak. Sang Raja semakin panas dan hendak menodai Tanjung. Saat itulah, Raden Sidapaksa pulang dari Swargaloka. Sang Raja langsung memfitnah Tanjung, bahwa dia adalah wanita sundal yang hendak menggoda raja. Termakan ucapan raja, Raden Sidapaksa naik darah. Ia berniat membunuh istrinya sendiri. Sebelum keris ditusukkan ke badannya, Tanjung bersumpah bahwa jika yang keluar bukan darah segar melainkan air wangi, maka sesungguhnya dia tidak bersalah.

Raden Sidapaksa menyesali perbuatannya ketika mendapati yang keluar dari tubuh Tanjung bukanlah darah segar. Sukma Tanjung naik ke Swargaloka dengan menunggangi ikan. Tanjung bertemu dengan Dewi Durga. Karena iba dengan Tanjung, Dewi Durga beserta dewa yang lainnya menghidupkan kembali Tanjung ke sisi Raden Sidapaksa. Akhirnya, mereka berdua berhasil melawan Raja Sulakarma dalam suatu peperangan.

Selain di Candi Surowono, relief Sri Tanjung juga terdapat di Candi Penataran, Candi Jabung dan Gapura Bajang Ratu. Dari air wangi tersebut, istilah Banyuwangi diabadikan menjadi salah satu kabupaten di Jawa Timur.

Batu-batu penyusun candi yang diletakkan di sekitar candi induk Surowono.
Kuda.
Puas melihat-lihat Candi Surowono, saya melanjutkan perjalanan ke Gua Surowono yang terletak tidak jauh dari Candi Surowono.

Komentar