Perjalanan kali ini, saya tidak seorang diri. Ada
@SahabatJalan dan teman-teman lain yang ikut serta dalam perjalanan saya. Kami berangkat dari Muara Kaman sekitar pukul 08.30 menuju tiga pulau dari gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Pulau Kelor
Kurang lebih setengah jam dari Muara Kaman, kami tiba di tujuan pertama kami -Pulau Kelor. Dari kejauhan, tampak bangunan berbentuk tabung, yang dikenal dengan nama
Benteng Martello. Benteng ini digunakan untuk memantau serangan angkatan laut musuh sebelum masuk Batavia. Seperti tampak pada foto yang paling atas, Benteng Martello didesain mirip
Torra di Mortella (Corsica).
Pada saat berada di pulau ini, ada beberapa orang yang telah menduduki benteng! Aha, mereka adalah penggemar mancing. Memang perairan di sekitar Kepulauan Seribu ini sering digunakan para wisatawan untuk memancing -selain untuk tujuan beristirahat,
snorkling atau sekedar berekreasi. Seperti yang tampak pada foto di samping, beberapa orang melakukan persiapan di dalam 'camp' Benteng Martello.
|
Martello Fortress, dengan semak-semak di sekitarnya, dan kaktus di atasnya. |
|
Reruntuhan Torra di Mortella (http://en.wikipedia.org). |
Sayangnya, beberapa bagian benteng ini tertutup oleh semak-semak. Selain itu, tepi pulau ini juga mulai terkikis oleh abrasi pantai sehingga sebagian besar benteng ini runtuh dan terendam air.
Pulau Cipir
Tidak jauh dari Pulau Kelor, terdapat pulau lain yang dulunya digunakan untuk bangunan rumah sakit dan karantina Haji. Penjajahan yang dilakukan VOC menyimpan banyak konspirasi, salah satunya disaksikan oleh Pulau Cipir. Bangunan yang dulunya merupakan tempat karantina Haji ini dibangun untuk tujuan tertentu, agar pengaruh Islam tidak mendesak keberadaan Belanda di sana. Untuk itu sebelum keberangkatan dan setelah kepulangan para haji dari tanah suci, mereka dikarantina di tempat ini untuk mendapatkan 'pelajaran'.
|
Reruntuhan rumah sakit karantina haji. |
Berada di pulau ini sungguh memanjakan tubuh. Selain pemandangan lautan yang eksotis, saya pun dimanjakan oleh sejuknya udara di bawah balutan rindang pepohonan. Selain reruntuhan rumah sakit, ada sebuah meriam kuno yang digunakan oleh Belanda untuk mempertahankan diri dari serangan Inggris sekitar tahun 1800.
Di bagian belakang pulau, terdapat bekas-bekas pilar jembatan yang menghubungkan Pulau Cipir dengan pulau yang selanjutnya akan kami kunjungi.
|
Reruntuhan tempat karantina haji di Pulau Cipir. |
|
Puing-puing jembatan penghubung Pulau Cipir dan Pulau Onrust. |
Pulau Onrust
Pulau ini adalah tujuan terakhir dari tur kami hari ini. Pada jaman dulu, pulau ini dan Pulau Cipir saling terhubung. Di antara tiga pulau yang kami kunjungi, Pulau Onrust adalah yang terbesar di antaranya. Dahulu, terdapat bangunan benteng yang dibangun untuk pertahanan dan juga barak-barak penampungan haji. Kini, bangunan tersebut tinggal puing-puing. Beberapa lorong bawah tanah pun ditutup untuk tujuan keamanan.
|
Reruntuhan penampungan haji. |
|
Reruntuhan barak penampungan haji. |
Ketika berada di sana, saya bertanya-tanya: mengapa pulau ini tinggal puing-puing saja? Jawaban dari pertanyaan ini mungkin secara implisit terjawab ketika memasuki bangunan di tengah-tengah pulau yang masih utuh yang kini disulap menjadi
Museum Pulau Onrust. Sebelum dijadikan museum, bangunan ini merupakan rumah kediaman seorang dokter yang bertugas di Pulau Onrust dan Pulau Cipir.
|
Museum Pulau Onrust. |
Di dalam museum ini, terdapat tiga maket yang menggambarkan pembangunan Pulau Onrust. Semula pulau ini digunakan sebagai benteng pertahanan. Hal ini dibuktikan dengan adanya puing-puing benteng, lubang jalur penampungan air bersih dan juga bekas penyimpanan senjata.
|
Lubang penampungan air. |
Ketika diserang oleh Inggris, Pulau Onrust hancur, kemudian dibangun kembali sebagai tempat karantina haji sebelum diberangkatan ke tanah suci maupun setelah pulang dari sana (terkait dengan Pulau Cipir). Kalau tidak salah, pada saat ini Pulau Onrust diserang oleh wabah tikus. Di beberapa sudut, dipasang tembok-tembok perangkap tikus.
Tidak berapa lama, Pulau Onrust dihancurkan lagi. Belanda membangun kembali pulau ini menjadi barak-barak penampungan haji dan juga penjara. Di bagian belakang, terdapat tiga kompleks makam. Kompleks makam yang pertama adalah makam-makam orang Belanda yang meninggal di pulau ini. Salah satu makam yang menarik adalah makam seorang wanita bernama Maria dari De Velde (Maria Van De Velde). Nisan makamnya tertulis puisi dalam bahasa Belanda. Kompleks makam yang kedua adalah makam pribumi yang terletak berdampingan dengan kompleks makam ketiga: makam yang diyakini milik mendiang
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pemimpin pemberontakan DI/TII terhadap Belanda.
|
Puing-puing makam Belanda kuno. |
Kiri: makam pribumi, kanan: makam Kartosoewirjo.
|
Rekonstruksi penjara dan tempat peraduan. |
Lihat peta
Tiga pulau tadi bisa dilacak melalui google maps berikut ini:
|
Klik gambar untuk melihat di Google Maps. |
Special thanks to:
-Mbak Poppy (atas pinjaman kamera setelah batere kamera yang saya bawa habis),
-Mas Bayu (atas dukungan candaan dan juga blognya. :D)
-Mbak Risma (atas undangan menuju trip ini),
-Mbak Dita (atas beberapa hasil jepretannya).
Yang terwatermark di sini -walaupun pinjam- adalah jepretan saya. Hahaha :D
Hello from Bayu :D Nice post, Van! -bayusantoso.com-
BalasHapusHello too... :D
BalasHapusUdah di follow up blognya...
Sampai jumpa di petualangan mendatang!