Jelajah Situs Purbakala di Purworejo


Mulai tanggal 1 Maret 2012, selama empat hari tiga malam, saya menghabiskan waktu untuk blusukan di Kabupaten Purworejo. Selain menilik tempat KKN, tujuan saya kemari adalah mencari situs-situs purbakala yang tersebar di beberapa tempat di Purworejo. Hmm, udara segar ini lama kurasakan sejak purna tugas di Kabupaten Purworejo.

Candi Gondoarum

Candi Gondoarum.
Candi ini terletak satu kompleks dengan Gua Seplawan yang terletak di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Desa tempat gua ini berada berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulonprogo, DIY.  Untuk masuk ke kompleks Gua Seplawan, setiap orang dikenakan biaya Rp3.000,00. Sayang sekali lokasi ini tidak ramai dikunjungi oleh wisatawan. Popularitas wisata alam sepertinya dikalahkan oleh mall-mall yang ada di kota.

Jika ditelusuri, Gua Seplawan bisa ditelusuri sepanjang 700 meter. Hingga kini, belum ditemukan ujung dari gua ini. Ada yang mengatakan bahwa gua ini bisa saja tembus ke pantai selatan. Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman gua ini, bisa saja di dalam menyimpan kandungan racun.

Di depan kompleks gua, terdapat sebuah reruntuhan candi. Candi ini dikenal dengan nama Candi Gondoarum, karena ketika yoni candi ini diangkat, muncul aroma harum. Candi ini ditemukan ketika dilakukan pembuatan jalan di daerah tersebut. Selain itu, ditemukan pula arca Dewa Siwa dan Dewi Parvati yang terbuat dari emas murni. Arca tersebut ditemukan oleh tiga anak muda setempat secara tidak sengaja ketika melihat benda berbentuk seperti termos tetapi memantulkan cahaya.

Lingga dan yoni dari bangunan induk candi diangkat dan dipindahkan di depannya. Kemudian diberi cungkup yang bertujuan agar tidak hancur karena air hujan, mengingat yoni terbuat dari batuan kapur yang mudah lapuk.

Replika arca Dewa Siwa dan Dewi Parvati (kiri), Lingga-yoni Candi Gondoarum (kanan).

Selesai melihat-lihat Candi Gondoarum dan Gua Seplawan, saya pun melanjutkan perjalanan ke Piji untuk menginap di sana. Keesokan harinya, saya berangkat menuju tiga gua yang bercorak agama Hindu.

Gua Gong

Gua Gong yang Berhiaskan Vandalisme.
Tujuan pertama di hari kedua adalah Gua Gong yang terletak di Dusun Kalitepus, Desa Kesawen, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Gua ini tidak terlalu sulit dijangkau, cukup cari SD Negeri Kesawen dan dengan sedikit bertanya-tanya kepada warga sekitar saja. Ups, saya harus mendaki tebing kecil. Sayang sekali, situs ini kurang mendapat perawatan; banyak sekali coretan di sekeliling gua. Perjalanan saya lanjutkan menuju ke Kecamatan Kemiri yang menyimpan dua gua lainnya.

Yoni di dalam Gua Gong.
Perjalanan saya lanjutkan ke Kecamatan Kemiri yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Pituruh. Nggak jauh kok, masih mengikuti jalan utama Desa Kesawen tersebut, menyeberang jembatan kali.

Gua Silawang

Gua Silawang.
Gua yang kedua masih tidak sulit dijangkau, yaitu Gua Silawang yang secara administratif terletak di Desa Kaliglagah, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Gua ini juga sangat mudah dijangkau karena terletak tidak jauh dari pemukiman warga, yaitu di belakang rumah kelompok tani Glagah Sari. Gua Silawang terdiri dari tiga pintu yang masing-masing berisi lingga-yoni. Jika kita menghadap gua, pintu yang paling kiri menyimpan lingga-yoni yang sangat besar. Pintu yang tengah juga menyimpan lingga-yoni dengan ukuran yang lebih kecil, sedangkan pintu yang paling kanan masih setengah terpendam akibat tanah di atas bukit longsor.

Lingga-yoni di gua paling kiri.
Lingga-yoni di gua tengah.
Lingga-yoni di gua paling kanan.
Dari tempat ini, saya pun beranjak menuju ke Gua Silumbu yang 'tidak jauh' dari tempat ini.

Gua Silumbu

Gua Silumbu.
Gua Silumbu terletak tidak jauh dari Gua Silawang -masih di Desa Kaliglagah, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; akan tetapi medan menuju gua ini sangat berat. Tiga kali saya nyasar di bukit belantara ini, sampai-sampai saya harus dibantu oleh seorang anak kecil bernama Wisnu yang menjadi pemandu saya menuju gua ini. Ehem, saya sempat dehidrasi dan tidak mampu berdiri dengan stabil. Bagaimana tidak, saya harus menyeberangi sungai tanpa jembatan terlebih dahulu, kemudian mendaki bukit yang tertutup vegetasi yang rimbun. Di dalam gua, terdapat sebuah lingga-yoni yang cukup besar. Di luar gua, terdapat relung-relung yang cukup besar semacam pelataran untuk duduk.

Lingga-yoni di dalam gua.
Wisnu.
Menurut bapak ketua kelompok tani, pernah ada penelitian di sekitar Gua Silumbu. Katanya, ada candi di depan gua tersebut. Namun keberadaan candi itu tidak diketahui hingga kini. Menurut legenda, ketika memahat lingga-yoni di dalam gua, batu-batu yang tidak terpakai dilempar ke suatu daerah bernama Sibubuk. Oleh karena itu, batu-batu sisa pahatan tidak ditemukan di sekitar gua, malah ada di Sibubuk sana. Tapi itu cuma 'katanya', saya tidak sempat menuju ke tempat yang disebut Sibubuk itu.

Setelah selesai melihat gua ini, saya pun pulang. Tentu saya harus menuruni bukit licin, terperosok dan menyeberangi sungai sekali lagi. Kalau ditanya akankah saya mengulang lagi: saya tidak tahu jawabnya harus bagaimana.

Situs Stupa Genuk

Bangunan tempat stupa berada.
Kunjungan saya ke situs ini merupakan kunjungan terakhir saya di hari ketiga. Sebelum hari mulai siang, saya mengunjungi Stupa Genuk di Desa Kalirejo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Desa Kalirejo merupakan desa urutan ketiga di selatan Desa Piji; jadi tidak terlalu jauh. Stupa yang menurut Mbah Karso (juru kunci situs generasi ketiga) merupakan yang tertua di seluruh Indonesia (?) ini terletak di dalam bangunan menyerupai rumah sederhana di kompleks makam Ki Amad Karso. Untuk menuju ke sana, saya dan Anda tentu harus melalui kunci Mbah Karso. Situs ini masih digunakan untuk lokasi peziarahan. Stupa yang berada di dalam bangunan tersebut dibalut kain untuk 'mempercantik' penampilan.

Menurut penuturan Mbah Karso, stupa ini tadinya ada di bawah pohon dan terletak dalam posisi miring. Karena eyangnya dulu mendapat petunjuk gaib, stupa tersebut dirawat. Untuk melakukan renovasi pun, selalu dilakukan ritual untuk minta ijin kepada roh gaib yang berada di sekitar stupa. Di dalam rumah ini pula tertulis aksara Jawa yang berbunyi, "Mangayu-ayu Ing Bawana, Esthining Gapura Kejaten." Saya lupa artinya (perkataan sang Mbah kurang begitu jelas). Apa begini ya: di antara langit dan bumi, mempelajari gerbang kesejatian (?). Kalau ingin melihat Mbah Karso, silakan buka tautan berikut.

Setelah melihat Stupa Genuk, saya melanjutkan perjalanan ke Petilasan Nyai Bagelen yang tidak jauh dari sana. Namun, karena diwajibkan membawa kembang mawar dan membakar dupa, saya pun mengurungkan niat untuk masuk ke area situs. Mungkin lain kali, kalau bareng-bareng rombongan saja. Nah, itulah perjalanan saya selama tiga hari di Purworejo. Hari keempat saya gunakan untuk beristirahat dan bersiap-siap untuk pulang ke Yogyakarta.

Komentar

Posting Komentar

Mari berbagi cerita