Candi Gunung Wukir


Di sela-sela kesibukan yang membuat saya cukup penat, hari ini (5/1/2012) saya menyempatkan diri untuk nyandi lagi. Tujuan kali ini tidak jauh-jauh amat, yaitu ke Candi Gunung Wukir. Candi ini terletak di Dusun Canggal, Kelurahan Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Episode pencarian candi kali ini ditemani oleh Mas Fadli, putra dari Bapak Widodo selaku juru kunci candi.

Untuk menuju ke Candi Gunung Wukir, saya harus menaiki bukit yang dikenal dengan nama Gunung Wukir. Karena akses menuju candi hanya merupakan jalan setapak, saya pun memarkirkan kendaraan di rumah Bapak Widodo. Nama gunung (bukit) inilah yang kemudian dijadikan nama candi. Candi Gunung Wukir memiliki nama lain, yaitu Candi Canggal. Hal ini disebabkan karena candi ini ditemukan bersama-sama dengan Prasasti Canggal, yang kini sudah dibawa ke museum nasional di Jakarta.

Rute Menuju Candi
  • Jika Anda berangkat dari Yogyakarta, ikutilah Jalan Magelang hingga tiba di kilometer 21. Selepas melewati jembatan dan perbatasan propinsi Jateng-DIY, temukanlah pertigaan pertama yang dijaga lampu lalu lintas. Ambil jalan ke kiri (barat) di pertigaan tersebut.
  • Setelah kurang lebih 2 kilometer, Anda akan menemukan papan informasi untuk menuju candi tersebut. Papan itu terletak di sebuah perempatan kecil, di sebelah kanan ada toko kelontong Thimur. Ambil jalan ke kanan (utara).
  • Setelah belok kanan, nggak berapa lama ada pertigaan kecil pertama. Ambil jalan ke kiri: maka Anda tiba di Dusun Canggal. Selanjutnya, tanyakan kepada warga keberadaan rumah Pak Widodo selaku juru kunci candi tersebut.

Perwara-perwara Candi Gunung Wukir.
Yoni besar di bangunan induk.
Candi ini dibangun sekitar tahun 654 Saka atau 732 Masehi, pada masa pemerintahan Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu. Candi ini menyisakan pondasi yang besar. Di tengah-tengahnya ada sebuah yoni yang menurut saya besar sekali. Di hadapan bangunan induk candi, ada tiga buah candi perwara. Pada bagian tengah ada arca Nandi yang konon tanduknya berupa emas (kata Mas Fadli). Perwara sebelah kiri masih menyimpan sebuah yoni. Di sekitar bangunan induk, masih terdapat banyak sekali batu-batu candi yang belum disusun kembali. Beberapa batu lain juga masih tersebar di penjuru dusun.

Candi perwara tengah dan arca Nandi di tengah-tengahnya.

Mistis
Sebelum naik ke candi, umat Hindu
menggunakan air di sini
untuk mencuci muka.
Karena hujan turun, kami pun beristirahat di pos jaga yang terletak di sudut kompleks. Kami pun cerita-cerita di sana sambil menunggu hujan berhenti. Beberapa bulan yang lalu, candi ini pernah dikunjungi oleh rombongan dari Bali. Orang-orang Bali menganggap tempat ini sebagai tempat nenek moyang mereka. Hingga kini, tempat ini masih sangat sakral bagi mereka. Selain berziarah, mereka datang kemari untuk melepaskan roh kakek buyut buyut yang rohnya 'masih bertapa' di candi ini selama lebih dari 200 tahun! Padahal orang-orang itu tidak tahu mengenai keberadaan candi kuno ini di Pulau Jawa. Mereka mendapatkan informasi tentang candi ini melalui mimpi!

Air mengucur keluar dari yoni di
candi perwara ini.
Ketika mereka sedang sembahyang malam-malam, tiba-tiba Mas Fadli dipanggil oleh salah seorang dari mereka. Waktu itu sedang musim kemarau, sama sekali tidak ada air yang tergenang di dalam yoni di candi perwara paling ujung. Akan tetapi malam itu tampak berbeda, air mengucur keluar dari yoni itu! Mas Fadli dianjurkan untuk ikut mencuci muka dengan air suci tersebut.

Di samping itu semua, memang tempat ini menyimpan beberapa misteri yang menurut Mas Fadli tidak dapat dijelaskan dengan logika. Beberapa penampakan dan peristiwa misteri lain sering terjadi di sekitar candi. Memang sih, tempat ini sungguh-sungguh sepi. Saya tidak mendengar suara kendaraan bermotor, suara pabrik atau suara bising lainnya. Yang saya dengar hanyalah desiran angin dan suara hewan-hewan liar yang sedang bersenda gurau di Gunung Wukir.

Setelah hujan reda, saya pun melangkah keluar, mengambil beberapa foto lagi dan menuruni Gunung Wukir. Sungguh pengalaman menyenangkan bisa berada di candi ini. Walau sepi, saya justru malah lebih menyenangi kondisi yang seperti ini: alami, asri dan sejuk. Semoga kemajuan jaman tidak merusak candi yang sulung ini.

Candi perwara kanan.

Komentar