Ahay, seruan awal yang aku ucapkan saat tahun baru Imlek. Tanggal 3 Februari 2011 kemarin, saya merayakan tahun baru Cina (Chinese New Year) atau yang sering disebut dengan sinchia. Percaya gak percaya kalo saya juga katanya ada keturunan Cina-nya. Yang spesial di tahun Kelinci ini adalah: saya merayakannya tidak di Magelang, melainkan di Palembang bersama Merrynsia Limas (yang tidak lain adalah kekasih saya). Ada apa di sana? Yuk kita jalan-jalan di Palembang.
Yang pasti, situasi di Sumatera jauh berbeda dengan di Jawa. Jarak antara kota saja dihiasi dengan hutan. Sangat sedikit lahan yang ditanami sawah. Tidak seperti di Jawa, wilayah antar kota masih ada sawah dan pemukiman. Rumah joglo yang biasa dijumpai di Jawa pun tidak ada, yang ada adalah rumah limas khas sumatera selatan. Sampai Palembang pun, situasinya cukup berbeda. Lalu lintas cukup padat, namun tidak diimbangi dengan jumlah traffic light yang memadai. Itulah yang kerap membuat kota Palembang menjadi macet. Berbeda pemandangan, berbeda pula logat orang-orangnya. Kalau di Jawa, kebanyakan orang ngomong dengan nada yang nyembadani (apa ya itu?). Sedangkan di Sumatera, kebanyakan orang ngomong dengan nada yang sedikit keras, walau sebenarnya tidak sekeras itu. Mereka baik-baik kok, tenang saja.
Hari pertama nyampe, aku langsung dihadang dengan suatu gangguan tubuh yang disebut masuk angin. Mamanya Irin siap sedia dengan koin 500 yang kuning dan minyak tawon. Setengah jam lamanya gigi saya dibuat meringis oleh goresan koin di atas punggung saya. Okelah, saya tidak mau banyak cerita tentang meringisnya saya, kita lihat yang unik dan menarik dari Tahun Baru Imlek di kota pempek ini.
Sanjo
Sanjo adalah tradisi unik yang biasa di lakukan masyarakat Palembang. Sanjo tidak cuma dirayakan waktu Tahun Baru Imlek saja. Baik hari raya Idul Fitri maupun Natal, sebagian besar warga Palembang melakukan tradisi Sanjo. Sanjo dilakukan dengan berkunjung ke rumah-rumah yang membuka rumahnya untuk dikunjungi. Misalnya, keluarga Pak Handoko membuka open house untuk Tahun Baru Imlek, maka entah itu keluarga, kerabat, rekan atau pun tetangga pada sanjo (berkunjung) ke rumah Pak Handoko. Di rumah Pak Handoko, tersedia banyak sekali makanan yang tentu siap santap. Karena ini di Palembang, tentu masakannya tidak jauh-jauh dari pempek atau olahan ikan lainnya. Itulah tradisi sanjo yang hingga kini masih melekat di kota Palembang, yang tentu mempererat tali persaudaraan antara mereka yang merayakan hari raya.
Pempek
Seperti yang sudah dikenal, Palembang terkenal dengan makanan khas yang disebut dengan Pempek. Setelah tiba di Palembang, tentu saya dibuat penasaran dengan makanan yang satu ini. Luar biasa, ternyata macam pempek ada banyak sekali. Saya akan mencoba memperkenalkan satu persatu. Pempek terbuat dari ikan tengiri dan tepung sagu.
- Kapal Selam, adalah pempek yang diisi dengan telur kemudian direbus. Kapal selam kemudian digoreng dan disajikan bersama cuka. Saya menyebut pempek ini dengan sebutan Pempek Submarine.
- Lenjer, adalah pempek dengan bahan yang sama dengan kapal selam hanya saja tidak diisi dengan telur. Bentuknya silinder padat memanjang yang dipotong-potong dan disajikan bersama cuka pempek.
- Pempek kriting, adalah pempek yang bentuknya keriting. Mirip bola-bola bakmi yang berwarna abu-abu pempek. Baik kapal selam, lenjer, pempek kriting memiliki komposisi ikan yang lebih sedikit.
- Adaan, adalah pempek yang berbentuk bulat-bulat. Pempek ini yang paling aku suka, karena rasanya mirip dengan bakso ikan. Komposisi ikan dalam adonan pempek adaan lebih banyak.
- Pempek kulit, adalah pempek yang komposisinya dari kulit ikan. Rasanya lebih amis dari yang lainnya, untuk itu saya kurang begitu suka. Tapi pempek ini juga nikmat sih.
- Pastel, adalah pempek yang diisi dengan pepaya muda. Pempek ini rasanya unik, perpaduan antara asin dan manis.
- Pempek yang lainnya: pempek keju, pempek sosis (dibaca dari namanya saja sudah kerasa gimana rasanya, ok?)
Selain itu, ada pula masakan pempek, antara lain:
- Model, adalah pempek isi tahu (mirip kapal selam) yang dimasak kuah udang, kemudian ditambah komposisi lain seperti: bengkoang, jamur, so'on.
- Tekwan, adalah pempek mini (mirip pangsit kecil-kecil tanpa isi) yang juga dimasak kuah udang. Saya biasa menyebut masakan ini dengan kuah-ambil-satu (take one). Penyajiannya mirip sekali dengan model.
- Lenggang, adalah pempek yang digoreng bersama telur dadar. Biasanya menggunakan lenjer yang diiris cukup tipis. Lenjer dicampur dengan adonan telur lalu digoreng bersama-sama. Nikmat ne.
- Cilempungan dan laksan, adalah pempek yang dimasak dengan kuah santan (atau susu). Beda cilempungan dan laksan terletak pada bentuknya. Cilempungan berbentuk lingkaran, sedangkan laksan berbentuk persegi panjang ukuran flashdisk.
Begitu banyak olahan ikan yang dimakan sehari-hari selama di Palembang. Tapi saya belum bosan dengan pempek, sebab rasanya enak bin ajaib.
Sumber gambar:
http://shutterstock.com
http://palembang-musi.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar
Mari berbagi cerita