Keraton Ratu Boko


Sepertinya saya tidak bisa bercerita banyak tentang Ratu Boko. Sudah banyak situs-situs di internet yang menyediakan informasi lengkap tentang Ratu Boko. Coba cek informasinya di Wikipedia atau di YogYes. Yang pasti, situs ini adalah saksi nyata pernah berdirinya sebuah kerajaan bercorak Hindu di tanah Jawa. Disebut Ratu Boko (atau Raja Bangau), karena diduga dulunya banyak hidup bangau di daerah ini.


Area istana Ratu Boko sangat luas. Setelah memasuki gerbang utama, saya bisa melihat lapangan yang luas. Di sebelah kiri, masih ada sebuah bangunan mirip candi yang sedang dibangun kembali (Candi Batu Putih). Mungkin di lapangan yang luas ini dulu berdiri istana yang megah.


Perjalanan saya lanjutkan ke sebelah kiri (tenggara) lapangan. Di sana ada tempat yang tanahnya lebih tinggi. Saya tidak macam-macam di sana karena lokasi tersebut sedang dibersihkan oleh warga. Tapi, sepertinya ada Candi Pembakaran yang berfungsi sebagai tempat pembakaran mayat. Kemudian, perjalanan dilanjutkan ke arah kanan (barat daya) lapangan, di sana terdapat dua sisa fondasi yang konon dulu pernah berdiri ruang tamu raja.


Semakin ke belakang, saya melihat tempat mirip tempat bertarung. Seperti ada fondasi datar dan dikelilingi pagar. Tapi ternyata tempat ini dulunya adalah tempat pertemuan atau rapat. Saya berdiri dan berkeliling di area ini. Dari sini, saya bisa melihat ada kolam-kolam. Semakin jauh di seberang kolam, ada yang disebut sebagai "Keputren" atau tempat para wanita.


Konon, kolam ini adalah kolam air suci. Setiap sebelum Nyepi, beberapa umat Hindu mengambil air di sini untuk ritual Tawur Agung. Saya melanjutkan perjalanan lebih ke dalam lagi, di belakang lokasi pertemuan ini, terdapat sisa-sisa puing keraton yang belum tersusun dengan rapi. Tidak jauh dari tempat itu, terdapat gua yang digunakan sebagai tempat meditasi. Ada gua "pria" atau "lanang", maupun gua "wanita" atau "wadon".


Untuk mengunjungi situs ini, biasanya dikenakan biaya Rp20.000,00 atau Rp30.000,00 jika satu paket dengan wisata Candi Prambanan. Akan tetapi, beberapa pihak (termasuk saya) mengunjungi situs ini lewat gua belakang sehingga tidak membayar tarif retribusi. Ini terjadi karena saya terbelusuk serta lokasi di belakang sedang dalam tahap pembangunan. Nantinya, mungkin pintu ini juga toh akan ditutup.

Komentar

Posting Komentar

Mari berbagi cerita