Candi Borobudur


10 September 2009
Kembali saya menilik catatan Facebook saya. Saya teringat kalau waktu itu saya pergi ke candi ini bersama Ari, Dyah dan Santi. (Sumber foto: http://id.wikipedia.org)

Hari itu hari libur, tidak seperti kamis-kamis biasanya, kali ini aku ada acara. Acara apaan ya? Yang terutama adalah pergi ke Candi Borobudur. Awalnya, temennya Ari Susena dari Bali (yang sekolah di STAN) datang ke Jogja, namanya Diah sama Santi. Kita berempat berangkat jam setengah satu siang dari Jogja. Naik motor via Muntilan, akhirnya kita tiba di Borobudur.

Borobudur adalah salah satu (yang pernah jadi) keajaiban dunia dari tujuh objek lain. Borobudur dibangun pada zaman dinasti Syailendra. Pada waktu itu, arsitek yang bekerja keras untuk desain candi ini adalah Gunadarma. Ada cerita yang mengisahkan Gunadarma tidur setelah candi selesai.

Akan tetapi, pulau Jawa pernah mengalami guncangan dahsyat, ketika gunung-gunung di pulau Jawa meletus. Hal ini mengakibatkan selama kurang lebih 4 abad candi Borobudur terkubur di dalam tanah. Akhirnya, dengan tidak sengaja, penemuan candi ini dilakukan oleh pihak penjajah. Hingga saat ini, candi ini tetap berdiri walau sudah beberapa bagian hilang.

Pada waktu pergi sana, ternyata beberapa lokasi sedang direnovasi. Jadi ada suatu lantai yang tidak bisa dikunjungi. Akhirnya kita foto-foto di bagian atas. Tidak lupa aku megang tangannya Buddha Gautama (katanya biar dapet rejeki, hehe).


Pas mau pulang, kok ada bule dari Jepang!!! Waw, foto-foto dong. Akhirnya aku dapet foto sama dia sekali aja. Pas mau bilang terima kasih, aku kan nunduk sambil bilang, "Arigatou". Eh dibalesnya,"Terima kasih." Aduh malunya aku, moga-moga aku bisa pergi ke Jepang buat foto-foto di sana.

Sepulang dari Borobudur, kami langsung tancap ke Yogyakarta. Di Mipa Utara, tepatnya di B1.02 ada acara buka bersama. Ya aku join aja (wong udah mbayar). Di sana intinya makan-makan, ngobrol-ngobrol, foto-foto, minum-minum. Nah akhirnya ada laptop nganggur, nulis notes ini.

Berikut ini adalah informasi tentang Candi Borobudur (dari id.wikipedia.org)
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Dalam etnis Tionghoa, candi ini disebut juga 婆羅浮屠 (Hanyu Pinyin: pó luó fú tú) dalam bahasa Mandarin.

Nama Borobudur
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja mataram dinasti Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.

Strukur Candi
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupautama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.

Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.

Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.

Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.

Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala.

Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
Saya tidak banyak menulis tentang candi ini karena sumber candi ini sudah cukup banyak terpampang di web maupun di buku-buku. Namun, sebagai peninggalan terbesar di Indonesia, saya merasa bangga karena budaya candi semacam ini hanya bisa ditemukan di sekitar Asia Tenggara. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki sejarah kejayaan di masa lampau. Bagaimana spirit atau semangat rakyat untuk membangun sebuah tempat ibadah di masa lampau.

Ayo kita teladani, bangga dengan negeri sendiri...


Komentar