Minggu ini, 23 Mei 2010, saya berencana pergi gowes biasa untuk mencari botol minum Zakumi yang berwarna hijau. Oleh karena itu, saya berangkat pukul 11.00 WIB menyusuri jalan protokol Sleman-Yogyakarta yang sekiranya ada Indomaret-nya. Dari rumah, saya bergerak menyusuri jalan Batalyon sampai ke Jalan Kaliurang. Dari sini, saya berputar-putar mencari Indomaret. Hasilnya apa? Sampai Gejayan, Jalan Solo, Blok O, Berbah hingga Kalasan, semua Indomaret tidak memiliki stok botol minum Zakumi yang berwarna hijau.
Dengan kecewa, saya menyusuri Jalan Solo untuk pulang ke rumah lagi. Akan tetapi, sesampainya di Sekolah Militer Angkatan Udara, ada rambu-rambu yang menandakan ada jalan menuju ke Candi Sambisari. Candi apa sih, kok saya belum pernah tahu. Kemudian saya menelusuri jalan yang kata rambu-rambu tersebut menuju ke Candi Sambisari. Aduh, saya tidak menghitung berapa kilometer untuk mencapai candi ini dari Jalan Solo, tapi kurang lebih 2 kilometer.
Lokasi candi ini sangat unik karena terletak 6.5 meter di bawah permukaan tanah. Akibatnya tidak terlalu kelihatan dari luar. Candi utama Sambisari berukuran 13.65m x 13.65m dan tinggi keseluruhan 7.5m. Untuk masuk ke wilayah candi, Anda cukup merogoh kocek sebesar Rp2.000,00 (dewasa) atau Rp1.000,00 (anak-anak). Saya juga menyikat brosur Selayang Pandang Candi Sambisari seharga Rp2.000,00.
Candi ini ditemukan pada tahun 1966 secara tidak sengaja oleh seorang petani. Selanjutnya, dilakukan proses pemugaran, rekonstruksi dan penelitian yang selesai pada tahun 1986. Pembuat candi ini tidak diketahui secara pasti karena tidak terdapat bukti-bukti lain yang mendukung berdirinya candi ini. Namun, diduga candi ini merupakan peninggalan Mataram Hindu.
Saya melihat-lihat candi ini dan menemukan beberapa hal yang menarik. Selain karena lokasinya unik, ditemukan lapik yang berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat padmasana (seperti setengah elipsoida). Ukiran dan patung-patung yang ditunjukkan di sisi candi utama memperlihatkan tradisi agama Hindu yang berkembang pada masa lampau, terbukti dengan adanya patung-patung Durga Mahesasuramardini (utara), Ganesha (timur) dan Agastya (selatan) serta Mahakala dan Nandiswara sebagai penjaga pintu. Berdasarkan arca-arca tersebut, dapat diketahui bahwa latar belakang religius candi Sambisari bersiwat Syiwaistis (pengikut dewa Syiwa).
Di tengah-tengah, terdapat ruangan yang berisi yoni. Yoni (dari bahasa Sansekerta योिन, yoni) adalah kata yang mempunyai arti bagian/tempat (kandungan) untuk melahirkan. Kata ini mempunyai banyak arti, di antaranya adalah sumber, asal, sarang, rumah, tempat duduk, kandang, tempat istirahat, tempat penampungan air, dan lain-lain. Dalam buku Kama Sutra dan dalam kaitannya dengan batu candi, yoni berarti pasangan lingga yang merupakan simbol dari alat kelamin wanita. Pasangan lingam-yoni dalam arti ini juga dikenal pada situs sejarah warisan dunia Mohenjo-daro di Pakistan. Di beberapa daerah di Indonesia, yoni disebut juga lesung batu karena menyerupai sebuah lesung yang terbuat dari batu. (Sumber: Wikipedia Indonesia).
Menurut beberapa ahli, candi ini ditafsirkan sebagai salah satu peninggalan dinasti Syailendra. Menurut prasasti Wanua Tengah III (908 M) serta perkiraan usia candi, kemungkinan candi ini dibangun pada masa Raja Rakai Garung (828 - 846 M).
Demikian pengalaman saya di candi ini. Selanjutnya, saya melewati jalan-jalan di kampung Purwomartani dan menuju ke rumah saya di Condong Catur. Ayo gowes....
[Proyek] Karena brosur tentang candi ini cukup memprihatinkan (berupa fotokopian biasa), saya berencana membuat brosur baru berwarna yang nantinya dapat di download secara gratis.
Komentar
Posting Komentar
Mari berbagi cerita