A Way to the Sky, in Mangunan with Hard Knees

10 Pine4

Pagi ini (15 April 2010), geng sepeda SPSS mengadakan perjalanan menuju Mangunan. Kalau saya boleh ingat dulu, Mangunan adalah tempat anak-anak Matematika 2007 untuk berkumpul dan merayakan Malam Keakraban. Mangunan berlokasi di Gunung Kidul, sebuah Kabupaten besar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentu saja, untuk menuju ke sana dibutuhkan stamina ekstra untuk menembus tanjakan yang super dahsyat.

Saya terbangun pukul 04.30 WIB. Saya bersiap-siap untuk mengikuti kegiatan SPSS ini. Walaupun bukan hari Sabtu, saya ingin sekali ikut kegiatan ini karena sudah lama sekali saya tidak bisa ikutan. Menurut kesepakatan, kami harus berkumpul di Museum Perjuangan, di sebelah timur Pojok Beteng Wetan. Sekitar pukul 04.45 saya berangkat.

Malioboro di Pagi Hari
Baru kali ini saya melewati Malioboro di pagi hari. Tampak ibu-ibu bersepeda mulai membawa barang-barang yang akan diperdagangkan, tampak pula beberapa orang yang berolahraga pagi seperti saya. Tampaknya, Jogja pagi ini sudah mulai membuka matanya. Sambil menikmati udara segar pagi, saya melihat pemandangan Malioboro di pagi hari. Sungguh tampak hidup. Tak heran jika tempat ini selalu ramai dikunjungi turis karena setiap pagi para pedagang sudah siap menjual apa yang mereka punya. Dari Malioboro, saya belok ke timur menuju Gondomanan dan segera menuju ke Pojok Beteng. Berhubung saya belum tahu di mana museum, saya harus datang lebih pagi. Ternyata lokasi Museum Perjuangan tidak jauh dari Pojok Beteng.

Mangunan, Like This!
Saya menunggu sekitar setengah jam sampai semua personil SPSS yang siap menyiksa dengkul ke Mangunan. Semua yang berangkat hanya berjumlah delapan orang termasuk saya. Kami mulai berangkat menyusuri Jalan Imogiri Barat terus ke selatan sampai ke Imogiri. Bukan jalan yang pendek juga, tapi jalan dari Yogyakarta sampai ke Imogiri relatif flat. Barulah ketika sampai di persimpangan menuju Mangunan, kami mulai dihadapkan dengan tanjakan yang tiada henti.


Benar-benar melelahkan, sampai-sampai setiap 20 meter (terkadang lebih), kami berhenti untuk meluruskan kaki. Kami berhenti di beberapa pos untuk beristirahat turun minum. Sampai-sampai ada istilah MTB (Munggah Tuntun Bareng). Memang di area Mangunan ini, ada beberapa tanjakan yang relatif sulit (sangat sulit) untuk didaki dengan sepeda. Beberapa di antara kami menuntun sepeda untuk naik. Begitu seterusnya sampai ditemukan warung, karena memang warung cukup jarang di daerah ini.
 
Belum berhenti menanjak, kami masih melanjutkan perjalanan. Sambil lihat kanan dan kiri, ada istilah baru Flower Village. Flower Village bukan berarti Desa Bunga, tetapi Kembang Desa. Sambil curi-curi pandang, kami bersenda gurau selama perjalanan untuk mengurangi gejala kelelahan. Sampai di warung mi ayam untuk membeli minuman, turunan jalan sudah mulai terlihat. Rambu-rambu turunan merupakan rambu-rambu langka dan dinanti-nanti oleh rekan-rekan SPSS. Seusai turun minum, kami berencana melanjutkan perjalanan ke kebun buah Mangunan. Tetapi, sepertinya kami membatalkan rencana ke sana karena mencari pemandangan yang lebih luxury.

Kami meneruskan perjalanan hingga tiba di hutan pinus. Di sana kami mendapatkan gambar-gambar yang bagus. Pemandangan yang luar biasa eksotis serta hawa sejuk menaungi kepala kami. Kami dimanjakan dengan suasana yang memang teduh dan tenang di sini. Tidak lupa anak-anak SPSS selalu bernarsis ria. Wijna sang fotografer pun tidak bosannya menekan tombol jepret kamera. Sungguh alami suasana hutan pinus ini, walaupun sudah mulai kotor karena pengunjung yang tidak bertanggung jawab.


Tak berhenti di situ saja, kami menuju ke hutan pinus yang kedua yang terletak agak di bawah. Di sana kami serasa berada di langit Yogyakarta. Kami bisa melihat jauh pemandangan Yogyakarta dan sekitarnya. Sebenarnya Yogyakarta tampak masih hijau, hanya saja mungkin tidak sehijau dulu. Rugi lah saya kalau tidak ikut ke Mangunan.

Setelah kami menikmati pemandangan, kami turun untuk beristirahat. Makan soto di pos ke-empat (dalam gambar di atas). Note: bapak yang jual memiliki paras mirip Aziz OVJ (serius dah). Baru setelah itu, kami downhill menuju Patuk dan pulang melalui Bukit Bintang dan Piyungan.

Hari ini sungguh luar biasa. Saya tidak kecewa berlelah-lelah nggowes sepeda untuk melihat keajaiban ciptaan Tuhan. Sesampainya di rumah, saya tekor, lemas dan harus meluruskan dengkul.

It's amazing...

Komentar

  1. lebih enak dipandang, sampai-sampai tak bisa diceritakan dengan kata-kata. We Love Mangunan A Lot....

    BalasHapus

Posting Komentar

Mari berbagi cerita