1 Januari 2010
The New Year Festivities...
Tanggal 31 Desember, adalah suatu hari di mana orang-orang bingung. Bingung untuk mencari tempat liburan akhir tahun. Hampir setiap orang berkumpul, berhimpun di suatu tempat keramaian yang ada kembang apinya. Beribu-ribu orang berbondong-bondong membeli kembang api yang harganya mahal untuk kemudian dibakar dan dinyalakan di langit-langit. Kalo gak punya uang, tidak beli juga tidak apa-apa. Cukup berdiri di alun-alun kota, maka suara gemuruh gegap gempita kembang api di langit akan menaunginya.
The New Year Festivities...
Tanggal 31 Desember, adalah suatu hari di mana orang-orang bingung. Bingung untuk mencari tempat liburan akhir tahun. Hampir setiap orang berkumpul, berhimpun di suatu tempat keramaian yang ada kembang apinya. Beribu-ribu orang berbondong-bondong membeli kembang api yang harganya mahal untuk kemudian dibakar dan dinyalakan di langit-langit. Kalo gak punya uang, tidak beli juga tidak apa-apa. Cukup berdiri di alun-alun kota, maka suara gemuruh gegap gempita kembang api di langit akan menaunginya.
Malam itu, tanggal 31 Desember 2009, saya diajak oleh teman saya pergi ke daerah Kauman-suatu tempat di dekat alun-alun utara. Di tempat itu, ada sedikit perayaan tahun baru kecil-kecilan yang hanya dimeriahkan oleh beberapa anak matematika (dan dua orang asing, haha). Untuk menuju ke tempat itu, dibutuhkan perjuangan yang tidak sedikit. Saya dan teman saya harus berputar, menyusuri kemacetan jalan sehingga sejam kira-kira bisa sampai di rumah yang dituju-yang di Kauman tadi.
Ternyata di sana sudah ada banyak teman. Mereka sudah mulai bakar-bakar ayam untuk kemudian dimakan bersama sebagai ucapan syukur dan tutup tahun 2009. Tidak cuma itu, tampak pula beberapa orang bermain Pro Evolution Soccer atau yang lebih dikenal dengan PE-eS untuk mencari siapa yang paling canggih memainkan joystick mereka. Walaupun tubuh ini agak kurang bersahabat, malam tahun baru ini saya nikmati bersama teman-teman, sungguh menyenangkan.
Di sini ribut, di sana ribut, di tengah-tengahnya saya lagi tiduran. Sambil nonton teve, kami semua asik pada ngobrolin hal-hal yang nggak jelas. Tiba saatnya makanan datang. Ayam bakar + nasi + sambel kecap + sirup lychee pun sudah tersaji. Tampak, salah seorang teman nasinya banyak menumpuk, dialah Nino-si perut karet gendeng.
Ajud: "Wah, No, nasimu mencurigakan..."
Nino: "Opo?"
Dengan segenap rasa penasaran yang ekstra, si Ajud berusaha membuka-buka nasi milik Nino yang menggunung. Seperti menemukan harta karun, ternyata di dalam nasi itu ada ayam yang ekstra pula. Dasar Nino, makan apa mbadhog? Mungkin Nino begitu kelaparan, sehari enggak makan, atau mungkin dua hari enggak makan. Suer deh, kalau kamu lihat temenku yang satu ini makan, seperti lihat beruang yang ngalahin Kobayashi waktu mereka ditandingin.
Selesai makan, biasa lah seperti kegiatan rumah tangga sehari-hari. Bapak-bapak alias cowok-cowok pada duduk, ada yang nonton ada yang main PE-eS, ada yang ngobrol dan ada yang ngorok. Sedangkan yang ibu-ibu alias cewek-cewek pada cuci-cuci. Yang rajin ya.
Jam setengah dua belas lewat, kami semua saling menghimpun diri di atap rumah teman kami. Oh ya, lupa disebutkan kalau kami berkumpul di Kauman itu di rumahnya Thoriq. Di langit, sudah tampak beberapa kembang api yang diluncurkan. Jam dua belas tepat (yah kurang lebih lah), langit malam sudah dipenuhi dengan percikan api yang berwarna-warni. Keindahannya tampak seolah mengiringi datangnya tahun baru 2010. Beberapa ada yang tepuk tangan, bahkan berteriak. Ada juga yang membunyikan terompet-terompetan yang dibeli dengan harga Rp3.000,00 atau lebih. Suasana malam tahun baru sungguh ramai. Tidak disangka 2009 sudah dilewati dengan begitu upaya.
Berarti sekarang sudah tanggal 1 Januari 2010. Di tahun yang baru ini, saya mencoba untuk makan seafood di Jogja karena ternyata saya belum pernah makan seafood di kedai Cak Kelik yang berada di Jalan Kaliurang di dekat bank Mandiri-nya. Berhubung saya kangen dengan yang namanya kerang, akhirnya saya membeli kerang tersebut. Bukan kerang hidup, tetapi kerang hidup yang digoreng. Saya pikir, kerangnya adalah kerang biasa seperti yang pernah saya makan dulu-dulu.
Setengah jam menunggu, akhirnya pesanan datang. Dan saya melihat kerangnya pada masih ditutup. Kalau ada matanya, mungkin kerang itu ngomong:
"Hayo, kalo bisa buka saya!"
Tapi saya cari matanya nggak ada, saya bolak-balik sampai saya mencoba mengolesinya dengan sambal supaya matanya pedih, tetap tidak ada tanda-tanda mata itu. Saya sudah gemas dengan kerang ini, akhirnya saya buka satu persatu. Tidak ada hal yang menarik ketika membuka kerang di bagian awal, karena ternyata kerang-kerang tersebut nurut sama saya. Alhasil, rumah mereka yang kecil itu saya bongkar, dan saya pindahkan ke rumah yang lebih besar-alias di perut saya.
Kalau kerang (yang sudah digoreng itu) bisa ngomong, mungkin mereka mau ngomong gini:
"Asyik, tim bedah rumah lagi bedah rumah kita, sekarang kita diinapkan di hotel."
Padahal mereka tidak tahu, kalau mereka dipindahkan rumah, sekaligus diubah wujudnya menjadi onggokan feses berwarna cokelat yang tidak sedap dihirup aromanya.
Nah, di akhir-akhir pencarian kerang, ternyata ada satu kerang yang ngeyel. Rumahnya tidak mau dibuka. Dengan kuku, tangan, tusuk gigi, bahkan sendok sudah saya coba tapi saya malah capek sendiri. Mungkin kerang ini sudah merasa nyaman dengan rumahnya. Atau mungkin ada mutiaranya, sehingga dia mengunci pintu rumahnya agar tidak kemalingan. Atau mungkin juga kerangnya baru tamasya ke alun-alun utara, kemudian rumahnya dikunci supaya tidak dihuni kerang lain. Saya benar-benar tidak sabar dengan kerang ini, akhirnya saya berinama "Kerang Susahdibuka" karena memang sulit untuk membukanya.
Tidak lama kemudian, ada peminta-minta datang. Dua orang gadis yang masih sangat kecil, yah mungkin seumuran SD datang sambil berbisik. Entah mereka membisikkan apa, tapi sepertinya mereka mau bagi tugas, yang satu di utara yang satu di selatan. Mereka menyerahkan amplop ke meja-meja dan bertuliskan, "Mohon bantuan untuk membeli buku semesteran seikhlasnya." (semacam itulah). Di samping saya ada seorang yang berkomentar,
"Wah, modus baru."
Haha, berhubung kecurigaan saya dalam kerang susahdibuka tadi ada mutiaranya, akhirnya saya meletakkan kerang itu di dekat amplop tadi. Harapannya, si anak itu bisa membuka dan menemukan mutiara untuk membeli buku semesterannya.
Dalam hati saya, "Kalau anak tadi bisa menggunakan modus baru untuk meminta-minta bantuan, saya juga bisa menciptakan modus baru untuk beramal."
Sepulang dari pertemuan saya dengan kerang susahdibuka itu, saya nyaris kualat. Handphone saya tertinggal di sebuah warung di depan MIPA Utara UGM. Huh, nyaris hilang bener. Tapi akhirnya ada bapak baik yang mengembalikan handphone saya ketika saya dan teman saya mencoba mencari di warung itu. Yah, mungkin kebaikannya adalah imbalan niat
Jangan ditiru ya.
Komentar
Posting Komentar
Mari berbagi cerita